BAB II
A.
Pengertian Syukur Menurut
Bahasa dan Istilah
Kata syukur diambil dari kata syakara,
syukuran, wa syukuran,dan wa syukuran yang berarti berterima kasih kepada-Nya. Bila disebut
kata asy-syukru, maka artinya ucapan terimakasih, syukranlaka artinya berterima kasih bagimu, asy-syukru artinya berterima kasih, asy-syakir artinya yang banyak berterima
kasih. Menurut Kamus Arab –
Indonesia, kata syukur diambil
dari kata syakara, yaskuru, syukran dan tasyakkara
yang berarti mensyukuri-Nya, memuji-Nya.
Syukur berasal dari kata syukuran yang berarti mengingat akan segala nikmat-Nya.
Menurut bahasa adalah suatu sifat yang penuh kebaikan dan rasa menghormati
serta mengagungkan atas segala nikmat-Nya, baik diekspresikan dengan lisan,
dimantapkan dengan hati maupun dilaksanakan melalui perbuatan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa syukur
menurut istilah adalah bersyukur dan berterima kasih kepada Allah, lega, senang dan menyebut
nikmat yang diberikan kepadanya dimana rasa senang, lega itu terwujud pada
lisan, hati maupun perbuatan.
B.
Pengertian Syukur dalam
Alquran
Ada tiga ayat yang dikemukakan tentang pengertian syukur ini, yaitu
sebagai berikut disertai penafsirannya masing-masing.
1.
Surah al-Furqan, ayat 62 yang artinya:
“Dan dia (pula) yang menjadikan malam dan
siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang
ingin bersyukur” (QS. Al-Furqan: 62).
Ayat ini ditafsirkan oleh al-Maragi sebagai berikut bahwa Allah
telah menjadikan malam dan siang silih berganti, agar hal itu dijadikan
pelajaran bagi orang yang hendak mengamil pelajaran dari pergantian keduanya,
dan berpikir tentang ciptaan-Nya, serta mensyukuri nikmat tuhannya untuk
memperoleh buah dari keduanya. Sebab, jika dia hanya memusatkan kehidupan
akhirat maka dia akan kehilangan waktu untuk melakukan-Nya. Jadi arti
syukur menurut al-Maragi adalah mensyukuri nikmat Tuhan-Nya dan berpikir
tentang cipataan-Nya dengan mengingat limpahan karunia-Nya.
Hal senada dikemukakan Ibn Katsir bahwa syukur adalah bersyukur
dengan mengingat-Nya.
Penafsiran senada dikemukakan Jalal al-Din Muhammad Ibn Ahmad
al-Mahalliy dan Jalal al-Din Abd Rahman Abi Bakr al-Suyutiy dengan menambahkan
bahwa syukur adalah bersyukur atas segala nikmat Rabb yang telah dilimpahkan-Nya pada waktu itu.
Departemen Agama RI juga memaparkan demikian, bahwa syukur adalah
bersyukur atas segala nikmat Allah dengan jalan mengingat-Nya dan memikirkan
tentang ciptaan-Nya.
2.
Surah Saba, ayat :13 yang artinya:
“Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang
dikehendakinya dari gedung-gedung yang Tinggi dan patung-patung dan
piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di
atas tungku). Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). dan
sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih”. (QS. Saba: 13).
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menyebut-nyebut apa yang pernah Dia
anugrahkan kepada Sulaiman as,. Yaitu mereka melaksanakan perintah Sulaiman as
untuk membuat istana-istana yang megah dan patung-patung yang beragam tembaga,
kaca dan pualam. Juga piring-piring besar yang cukup untuk sepuluh orang dan
tetap pada tempatnya, tidak berpindah tempat. Allah berkata kepada mereka “agar
mensyukuri-Nya atas segala nikmat yang telah Dia limpahkan kepada kalian”.
Kemudian Dia menyebutkan tentang sebab mereka diperintahkan
bersyukur yaitu dikarenakan sedikit dari hamba-hamba-Nya yang patuh sebagai
rasa syukur atas nikmat Allah swt dengan menggunakan nikmat tersebut sesuai
kehendak-Nya.
Menurut al-Maragi arti kata asy-Syukurdi
atas adalah orang yang berusaha untuk bersyukur. Hati dan lidahnya serta
seluruh anggota tubuhnya sibuk dengan rasa syukur dalam bentuk pengakuan,
keyakinan dan perbuatan. Dan ada pula yang menyatakan asy-syukur adalah orang yang melihat kelemahan dirinya
sendiri untuk bersyukur.
Sementara itu Ibn Katsir memberikan arti dari kata asy-syukur adalah berterima kasih atas segala pemberian dari Tuhan yang maha
Pemurah lagi Maha Penyayang.
Penafsiran yang senada dikemukakan oleh jalal al-Din Muhammad Ibn
Ahmad al-Mahalliy dan Jalal al-Din Abd al-Rahman Ibn Abi Bkar al-Suyutiy dengan
menambahkan bahwa rasa syukurnya itu dilakukan dengan taat menjalankan
perintah-Nya.
3.
Surah al-Insan, ayat 9 yang artinya:
“Sesungguhnya kami memberi
makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak
menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih”. (QS.
Al-Insaan: 9)
Ayat ini menjelaskan bahwa
Allah tidak meminta dan mengharapkan dari kalian balasan dan lain-lainnya yang
mengurangi pahala, kemudian Allah memperkuat dan menjelaskan lagi bahwa Dia
tidak mengharapkan balasan dari Hamba-Nya, dan tidak pula meminta agar kalian
berterimakasih kepada-Nya.
C. Keutamaan bersyukur
Tidak perlu diragukan lagi akan keutamaan syukur dan
ketinggian derajatnya, yakni syukur kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya yang
datang terus beruntun dan tiada habis-habisnya. Di dalam Al-Qur’an Allah
menyuruh bersyukur dan melarang kebalikannya. Allah memuji orang-orang yang mau
bersyukur dan menyebut mereka sebagai makhluk-makhluk-Nya yang istimewa. Allah
menjadikan syukur sebagai tujuan penciptaan-Nya, dan menjanjikan orang-orang
yang mau melakukannya dengan balasan yang sangat baik. Allah menjadikan syukur
sebagai sebab untuk menambahkan karunia dan pemberian-Nya, dan sebagai sesuatu
yang memelihara nikmat-Nya. Allah memberitahukan bahwa orang-orang yang mau
bersyukur adalah orang-orang yang dapat memanfaatkan tanda-tanda kebesaran-Nya.
Allah
memerintahkan untuk bersyukur pada beberapa ayat Al-Qur’an. Allah berfirman:
وَاشْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“… dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja
menyembah.” (An-NahI: 114)
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلا تَكْفُرُونِ
“Dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari
(nikmat)-Ku.” (Al-Baqarah: 152)
فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ
تُرْجَعُونَ
“… maka mintalah rezki itu di sisi Allaih dan sembahlah Dia dan
bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan.“ (Al-Ankabut: 17)
Allah menggantungkan tambahan nikmat dengan syukur. Dan tambahan
nikmat dari-Nya itu tiada batasnya, sebagaimana syukur kepada-Nya. Allah
berfirman:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ
كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah juga) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika
kamu bersyukur pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim: 7)
Dengan
bersyukur akan selalu ada tambahan nikmat. Ada peribahasa mengatakan, ‘Jika
kamu tidak melihat keadaanmu bertambah, maka bersyukurlah.’
Allah
mengabarkan bahwa yang menyembah Diri-Nya hanyalah orang yang bersyukur
pada-Nya. Dan siapa yang tidak mau bersyukur kepada-Nya berarti ia bukan
termasuk orang-orang yang mengabdi-Nya. Allah berfirman:
وَاشْكُرُوا
لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“…
dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar hanya kepada Allah saja kamu
menyembah.” (Al-Baqarah: 172)
Allah
mengabarkan keridhaan-Nya terletak pada mensyukuri-Nya. Allah berfirman:
وَإِنْ
تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
“…
dan jika kamu bersyukur niscaya Allah meridhai bagimu kesyukuranmu itu …”
(Az-Zumar: 7)
Allah
mengabarkan bahwa musuh-Nya iblis yang selalu berusaha menggoda manusia agar
tidak bersyukur, karena ia tahu kedudukan syukur sangat tinggi dan nilainya
sangat agung, seperti yang terungkap dalam firman-Nya:
ثُمَّ
لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ
وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
“…
kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari
kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka
bersyukur.” (Al-A’raaf: 17)
Allah
membarengkan syukur dengan iman dan memberitahukan bahwa Dia tidak punya
keinginan sama sekali untuk menyiksa hamba-hamba-Nya yang mau bersyukur dan
beriman kepada-Nya. Allah berfirman:
مَا
يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ وَكَانَ اللَّهُ
شَاكِرًا عَلِيمًا
“Mengapa
Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha
Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.“ (An-Nisaa: 147) Artinya, kalau kalian mau
bersyukur dan beriman yang menjadi tujuan kalian diciptakan, maka buat apa
Allah menyiksa kalian?
5 Landasan bersyukur :
Asal dan hakikat syukur ialah mengakui nikmat yang memberinya dengan
cara tunduk, patuh dan cinta kepadanya. Orang yang tidak mengenal bahkan tidak
mengetahui suatu nikmat ia jelas tidak bisa mensyukurinya. Demikian juga dengan
orang yang mengenal nikmat tetapi tidak mengenal yang memberinya, ia tidak
mensyukurinya. Orang yang mengenal nikmat berikut yang memberikannya tetapi ia
mengingkarinya berarti ia mengkufurinya. Orang yang mengenal nikmat berikut
yang memberikannya, mau mengakui dan juga tidak mengingkarinya, tetapi ia tidak
mau tunduk, mencintai dan meridhai, berarti ia tidak mau mensyukurinya. Dan
orang yang mengenal nikmat berikut yang memberinya lalu ia mau tunduk,
mencintai dan meridhai serta menggunakan nikmat untuk melakukan keta’atan
kepadanya, maka ia adalah orang yang mensyukurinya.
Dengan demikian jelas bahwa syukur itu harus berdasarkan lima
landasan, yakni kepatuhan orang yang bersyukur kepada yang disyukuri, kecintaan
orang yang bersyukur kepada yang disyukuri, pengakuan orang yang bersyukur atas
nikmat yang disyukuri, sanjungan orang yang bersyukur kepada yang disyukuri
atas nikmatnya dan tidak menggunakan nikmat itu untuk hal-hal yang tidak
disukai oleh yang disyukuri. Kelima hal itulah yang menjadi asas dan landasan
syukur. Satu saja di antaranya tidak ada maka salah satu kaidah syukur menjadi
rusak.
D. Cara Bersyukur
Rasulullah shollallahu Alaihi Wa Sallam dikenal sebagai abdan
syakuura (hamba Allah yang banyak bersyukur). Setiap langkah dan tindakan
beliau merupakan perwujudan rasa syukurnya kepada Allah.Suatu ketika Nabi
memengang tangan Muadz bin Jabal dengan mesra seraya berkata :
“Hai Muadz, demi
Allah sesungguhnya aku amat menyayangimu”. Beliau melanjutkan sabdanya, “Wahai
Muadz, aku berpesan, janganlah kamu tinggalkan pada tiap-tiap sehabis shalat
berdo’a : Allahumma a’innii `alaa dzikrika wa syukrika wa husni `ibaadatika (Ya
Allah,tolonglah aku agar senantiasa ingat kepada-Mu, mensyukuri nikmat-Mu, dan
baik dalam beribadat kepada-Mu)”.
Mengapa
kita perlu memohon pertolongan Allah dalam berdzikir dan bersyukur ? ., Tanpa
pertolongan dan bimbingan Allah amal perbuatan kita akan sia-sia. Sebab kita
tidak akan sanggup membalas kebaikan Allah kendati banyak menyebut asma Allah;
Menyanjung, memuja dan mengaungkan-Nya. Lagi pula, hakikat syukur bukanlah
dalam mengucapkan kalimat tersubut, kendati ucapan tersebut wajib dilakukan
sebanyak-banyaknya.
Al
Junaid seorang sufi, pernah ditanya tentang Makna (hakikat) syukur. Dia
berkata, “Jangan sampai engkau menggunakan nikmat karunia Allah untuk
bermaksiat kepada-Nya”.
Lantas,
adakah sesuatu yang bukan nikmat Allah. Kita taat dengan menggunakan karunia
dan izin Allah. Bahkan ketaatan itu sendiri merupakan karunia dan hidayah
Allah. Sebaliknya, seseorang yang melakukan maksiat pun sudah pasti dengan
menyalahgunakan nikmat Allah dan akibat kesalahannya sendiri.
Ketika
kita menerima pemberian Allah kita memuji-Nya, tetapi ini sama sekali belum
mewakili kesyukuran kita. Pujian yang indah dan syahdu saja belum cukup, dia
baru dikatakan bersyukur bila diwujudkan dalam bentuk amal shaleh yang diridhai
Allah.
Abu
Hazim Salamah bin Dinar berkata, “Perumpamaan orang yang memuji syukur kepada
Allah hanya dengan lidah, namun belum bersyukur dengan ketaatannya, sama halnya
dengan orang yang berpakaian hanya mampu menutup kepala dan kakinya, tetapi
tidak cukup menutupi seluruh tubuhnya. Apakah pakaian demikian dapat melindungi
dari cuaca panas atau dingin ?”
Syukur
sejati terungkap dalam seluruh sikap dan perbuatan, dalam amal perbuatan dan
kerja Nyata.
Para
ulama mengemukakan tiga cara bersyukur kepada Allah. Pertama, bersyukur dengan
hati nurani. Kata hati alias nurani selalu benar dan jujur. Untuk itu, orang
yang bersyukur dengan hati nuraninya sebenarnya tidak akan pernah mengingkari
banyaknya nikmat Allah. Dengan detak hati yang paling dalam, kita sebenarnya
mampu menyadari seluruh nikmat yang kita peroleh setiap detik hidup kita tidak
lain berasal dari Allah. Hanya Allahlah yang mampu menganugerahkan nikmat-Nya.
Kedua,
bersyukur dengan ucapan. Lidahlah yang biasa melafalkan kata-kata. Ungkapan
yang paling baik untuk menyatakan syukur kita kepada Allah adalah hamdalah.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda, ``Barangsiapa mengucapkan subhana
Allah, maka baginya 10 kebaikan. Barangsiapa membaca la ilaha illa Allah, maka
baginya 20 kebaikan. Dan, barangsiapa membaca alhamdu li Allah, maka baginya 30
kebaikan.
Ketiga,
bersyukur dengan perbuatan, yang biasanya dilakukan anggota tubuh. Tubuh yang
diberikan Allah kepada manusia sebaiknya dipergunakan untuk hal-hal yang
positif. Menurut Imam al-Ghazali, ada tujuh anggota tubuh yang harus
dimaksimalkan untuk bersyukur. Antara lain, mata, telinga, lidah, tangan,
perut, kemaluan, dan kaki. Seluruh anggota ini diciptakan Allah sebagai
nikmat-Nya untuk kita. Lidah, misalnya, hanya untuk mengeluarkan kata-kata yang
baik, berzikir, dan mengungkapkan nikmat yang kita rasakan. Allah berfirman,
``Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan
bersyukur).`` (QS Aldhuha [93]: 11).
E.
Sebab kurang rasa syukur dan cara
mengatasinya
Alloh
menyebutkan dalam kitab-Nya, bahwa makhluk tidak akan mampu menghitung
nikmat-nikmatNya kepada mereka. Alloh ‘Azza min Qo`il berkata,
وَإِن
تَعُدُّواْ نِعْمَةَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا
“Dan
seandainya kalian menghitung nikmat Alloh, kalian tidak akan (mampu)
menghitungnya.” (an-Nahl: 18)
Maknanya,
mereka tidak akan mampu bersyukur atas nikmat-nikmat Alloh dengan cara yang
dituntut. Karena orang yang tidak mampu menghitung nikmat Alloh, bagaimana
mungkin dia akan mensyukurinya?
Barangkali
seorang hamba tidak dikatakan menyepelekan jika dia mengerahkan segenap
usahanya untuk bersyukur, dengan mewujudkan ubudiyah (penghambaan) kepada
Alloh, Robb semesta alam, sesuai dengan firmanNya,
فَاتَّقُوا
اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka
bertakwalah kalian kepada Alloh, menurut kemampuan kalian.” (at-Taghobun:
16)
Sikap
meremehkan yang kami maksudkan adalah, jika seorang manusia senantiasa berada
dalam nikmat Alloh siang dan malam, ketika safar maupun mukim, ketika tidur
maupun terjaga, kemudian muncul dari perkataan, perbuatan dan keyakinannya
sesuatu yang tidak sesuai dengan sikap syukur sama sekali. Sikap peremehan
inilah yang kita ingin mengetahui sebagian sebab-sebabnya. Kemudian kita sampaikan
obatnya dengan apa yang telah Alloh bukakan. Dan taufiq hanyalah di tangan
Alloh.
Di
antara sebab-sebab ini:
Sebab
pertama: Lalai dari nikmat Alloh.
Sesungguhnya
banyak manusia yang hidup dalam kenikmatan yang besar, baik nikmat yang umum
maupun khusus. Akan tetapi dia lalai darinya. Dia tidak mengetahui bahwa dia
hidup dalam kenikmatan. Itu karena dia telah terbiasa dengannya dan tumbuh
berkembang padanya. Dan dalam hidupnya, dia tidak pernah mendapatkan selain
kenikmatan. Sehingga dia menyangka bahwa perkara (hidup) ini memang seperti itu
saja. Seorang manusia jika tidak mengenal dan merasakan kenikmatan, bagaimana
mungkin dia mensyukurinya? Karena syukur, dibangun di atas pengetahuan terhadap
nikmat, mengingatnya dan memahami bahwa itu adalah nikmat pemberian Alloh
kepadanya.
Sebagian
salaf berkata, “Nikmat dari Alloh untuk hambaNya adalah sesuatu yang majhulah
(tidak diketahui). Jika nikmat itu hilang barulah dia diketahui.” [Robii’ul
Abror 4/325].
Sesungguhnya
banyak manusia di zaman kita ini senantiasa berada dalam kenikmatan Alloh,
mereka memenuhi perut mereka dengan berbagai makanan dan minuman, memakai
pakaian yang paling indah, bertutupkan selimut yang paling baik, menunggangi
kendaraan yang paling bagus, kemudian mereka berlalu untuk urusan mereka tanpa
mengingat-ingat nikmat dan tidak mengetahui hak bagi Alloh. Maka mereka seperti
binatang, mulutnya menyela-nyela tempat makanan, lalu jika telah kenyang dia
pun berlalu darinya. Dan semacam ini pantas bagi binatang.
Jika kenikmatan telah menjadi banyak dengan mengalirnya kebaikan secara terus-menerus dan bermacam-macam, manusia akan lalai dari orang-orang yang tidak mendapatkan nikmat itu. Dia menyangka bahwa orang lain seperti dia, sehingga tidak muncul rasa syukur kepada Pemberi nikmat. Oleh karena itu, Alloh memerintahkan hambaNya untuk mengingat-ingat nikmatNya atas mereka – sebagaimana telah dijelaskan. Karena mengingat-ingat nikmat akan mendorong seseorang untuk mensyukurinya. Alloh berfirman,
Jika kenikmatan telah menjadi banyak dengan mengalirnya kebaikan secara terus-menerus dan bermacam-macam, manusia akan lalai dari orang-orang yang tidak mendapatkan nikmat itu. Dia menyangka bahwa orang lain seperti dia, sehingga tidak muncul rasa syukur kepada Pemberi nikmat. Oleh karena itu, Alloh memerintahkan hambaNya untuk mengingat-ingat nikmatNya atas mereka – sebagaimana telah dijelaskan. Karena mengingat-ingat nikmat akan mendorong seseorang untuk mensyukurinya. Alloh berfirman,
وَاذْكُرُواْ
نِعْمَتَ اللّهِ عَلَيْكُمْ وَمَا أَنزَلَ عَلَيْكُمْ مِّنَ الْكِتَابِ
وَالْحِكْمَةِ يَعِظُكُم بِهِ
“Dan
ingatlah nikmat Alloh padamu, dan apa yang telah diturunkan Alloh kepadamu,
yaitu al-Kitab dan al-Hikmah (as-Sunnah). Alloh memberi pengajaran kepadamu
dengan apa yang diturunkanNya itu.” (al-Baqarah: 231)
Sebab
kedua: Kebodohan terhadap hakikat nikmat
Sebagian
orang tidak mengetahui nikmat, tidak mengenal dan tidak memahami hakikat
nikmat. Dia tidak tahu bahwa dirinya berada dalam kenikmatan, karena dia tidak
mengetahui hakikat nikmat. Bahkan mungkin dia memandang pemberian nikmat Alloh
kepadanya sangat sedikit sehingga tidak pantas untuk dikatakan sebagai
kenikmatan. Maka orang yang tidak mengetahui nikmat, bahkan bodoh terhadapnya,
tidak akan bisa mensyukurinya.
Sesungguhnya
ada sebagian manusia yang jika melihat suatu kenikmatan diberikan kepadanya dan
juga kepada orang lain, bukan kekhususan untuknya, maka dia tidak bersyukur
kepada Alloh. Karena dia memandang dirinya tidak berada dalam suatu kenikmatan
selama orang lain juga berada pada kenikmatan tersebut. Sehingga banyak orang
yang berpaling dari mensyukuri nikmat Alloh yang sangat besar pada dirinya yang
berupa anggota badan dan indera, dan juga nikmat Alloh yang sangat besar pada
alam semesta ini.
Ambilah
sebagai contoh, nikmatnya penglihatan. Ini merupakan nikmat Alloh yang sangat
agung yang banyak dilalaikan oleh manusia. Siapakah yang mengetahui kenikmatan
ini, memperhatikan haknya dan menyukurinya? Alangkah sedikitnya mereka itu.
Seandainya
seseorang mengalami kebutaan, lalu Alloh mengembalikan penglihatannya dengan
suatu sebab yang Alloh takdirkan, apakah dia akan memandang penglihatannya pada
keadaan yang kedua ini sebagaimana kelalaiannya terhadap yang pertama? Tentu
tidak, karena dia telah mengetahui nilai kenikmatan ini setelah dia kehilangan
nikmat tersebut. Maka orang ini mungkin akan bersyukur kepada Alloh atas nikmat
penglihatan ini, akan tetapi dengan cepat dia akan melupakannya. Dan ini adalah
puncak kebodohan, karena rasa syukurnya bergantung kepada hilang dan kembalinya
nikmat tersebut. Padahal sesuatu (kenikmatan) yang langgeng lebih berhak
disyukuri daripada (kenikmatan) yang kadang-kadang terputus. [Lihat Mukhtashor
Minhajil Qoshidin, hlm 288].
Sebab
ketiga: Pandangan sebagian manusia kepada orang yang berada di atasnya
Jika
seorang manusia melihat kepada orang yang diatasnya, yaitu orang-orang yang
diberi kelebihan atasnya, dia akan meremehkan karunia yang Alloh berikan
kepadanya. Sehingga dia pun kurang dalam melaksanakan kewajiban syukur. Karena
dia melihat bahwa apa yang diberikan kepadanya adalah sedikit, sehingga dia
meminta tambahan untuk bisa menyusul atau mendekati orang yang berada
diatasnya. Dan ini ada pada kebanyakan manusia. Hatinya sibuk dan badannya
letih dalam berusaha untuk menyusul orang-orang yang telah diberi kelebihan
atasnya berupa harta dunia. Sehingga keinginannya hanyalah untuk mengumpulkan
dunia. Dia lalai dari bersyukur dan melaksanakan kewajiban ibadah, yang
sebenarnya dia diciptakan untuk hal tersebut (ibadah).
Telah
datang suatu hadits dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu, bahwa Rosululloh shollallohu
‘alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْهِ
مِنْهُ مِمَّنْ فُضِّلَ فَلْيَنْظُرْ إِلىَ مَن هُوَ أَسْفَلَ إِذَا نَظَرَ
أَحَدُكُمْ إِلىَ مَنْ فُضِّلَ عَلَيْهِ فيِ الْمَالِ وَالْخَلْقِ
Jika
salah seorang di antara kalian melihat orang yang diberi kelebihan atasnya
dalam masalah harta dan penciptaan, hendaknya dia melihat kepada orang yang
lebih rendah darinya, yang dia telah diberi kelebihan atasnya.” [Riwayat
Muslim (2963) dan lihat Jami’ul Ushul (10/142)]
Sebab
keempat: Melupakan masa lalu
Di
antara manusia ada yang pernah melewati kehidupan yang menyusahkan dan sempit.
Dia hidup pada masa-masa yang menegangkan dan penuh rasa takut, baik dalam
masalah harta, penghidupan atau tempat tinggal. Dan tatkala Alloh memberikan
kenikmatan dan karunia kepadanya, dia enggan untuk membandingkan antara masa
lalunya dengan kehidupannya sekarang agar menjadi jelas baginya karunia Robb
atasnya. Barangkali hal itu akan membantunya untuk mensyukuri nikmat-nikmat
itu. Akan tetapi dia telah tenggelam dalam nikmat-nikmat Alloh yang sekarang
dan telah melupakan keadaannya terdahulu. Oleh karena itu engkau lihat banyak
orang yang telah hidup dalam kemisinan pada masa-masanya yang telah lalu, namun
mereka kurang bersyukur dengan keadaan mereka yang engkau lihat sekarang ini.
Setiap
manusia wajib untuk mengambil pelajaran dari kisah yang ada dalam hadits shohih
[Hadits panjang dari Abu Huroiroh, “Sesungguhnya ada tiga orang dari kalangan
Bani Isroil, orang yang punya penyakit kusta, orang yang botak dan orang yang
buta...” diriwayatkan oleh al-Bukhori (3277) dan Muslim (2946)] (yang
maknanya).
Sesungguhnya
ada tiga orang dari kalangan Bani Isroil yang ingin Alloh uji. Mereka adalah
orang yang punya penyakit kusta, orang yang botak dan orang yang buta. Maka
ujian itu menampakkan hakikat mereka yang telah Alloh ketahui sebelum
menciptakan mereka. Adapun orang yang buta, maka dia mengakui pemberian nikmat
Alloh kepadanya, mengakui bahwa dahulu dia adalah seorang yang buta lagi
miskin, lalu Alloh memberikan penglihatan dan kekayaan kepadanya. Dia pun
memberikan apa yang diminta oleh pengemis, sebagai bentuk syukur kepada Alloh.
Adapun orang yang botak dan orang yang berpenyakit kusta, mereka mengingkari
kemiskinan dan buruknya keadaan mereka sebelum itu. Keduanya berkata tentang
kekayaan itu, ‘Sesungguhnya aku mendapatkannya dari keturunan.
Inilah
keadaan kebanyakan manusia. Tidak mengakui keadaannya terdahulu berupa
kekurangan, kebodohan, kemiskinan dan dosa-dosa, (tidak mengakui) bahwasanya
Alloh lah yang memindahkan dia dari keadaannya semula kepada kebalikannya, dan
memberikan kenikmatan tersebut.
Bagaimana cara meningkatkan rasa syukur kepada Allah?
Jika
kita bersyukur, nikmat kita akan ditambah oleh Allah. Mungkin, kita sudah hafal
ayat Al Quran yang menjelaskan hal ini:
Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu (QS Ibrahim:7)
Lalu,
mengapa ada orang yang merasa sudah bersyukur tetapi merasa tidak mendapatkan
nikmat tambahan? Karena janji Allah tidak mungkin salah, artinya ada yang salah
dengan diri kita. Ada tiga kemungkinan:
Pertama:
cara kita bersyukur yang salah.
Kedua:
kita kurang peka terhadap nikmat yang sebenarnya sudah Allah berikan kepada
kita.
Ketiga:
Allah memberikan nikmat lain yang terbaik bagi kita, tapi kita tidak
menyadarinya.
Jadi,
Bagaimana cara meningkatkan rasa syukur?
Luangkan
waktu untuk merenungkan nikmat-nikmat yang sudah Allah berikan kepada kita.
Nikmat itu sangat banyak, bahkan tidak akan terhitung. Lalu mengapa banyak
orang yang merasa tidak mendapatkan nikmat? Karena mereka kurang memberikan
perhatian terhadap nikmat-nikmat yang sudah Allah berikan. Allah
mengulang-ngulang ayat “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu
dustakan?” dalam surah ar Rahmaan, dimana salah satu hikmahnya adalah agar kita
lebih memperhatikan nikmat-nikmat. Saat kita memberikan perhatian terhadap
nikmat, kita akan melihat, kita akan ngeh, bahwa nikmat Allah yang kita terima
sangat banyak.
Berprasangka
baiklah kepada Allah. Banyak nikmat yang tidak terlihat bagi kita. Kita sering
menganggap bahwa nikmat itu harus dalam bentuk materi, padahal lebih luas dari
itu. Seringkali kita menganggap bahwa nikmat itu adalah sebuah pemberian,
padahal bisa saja Allah sudah menghindarkan kita dari suatu musibah yang
asalnya akan menimpa kita. Mungkin tidak ada yang bertambah pada diri kita,
tetapi terhindar dari musibah bukankan sebuah nikmat yang besar? Renungkanlah…
Setelah
kita mengetahui bahwa nikmat Allah begitu banyaknya, maka langkah selanjutnya
ialah memasukan pengetahuan ini ke dalam hati. Agar melekat dengan diri kita
sehingga rasa syukur kita akan bertambah. Caranya ialah terus menerus mengingat
nikmat dalam berbagai kesempatan. Semakin sering kita mengingat nikmat, akan
semakin tertancap dalam hati, maka rasa syukur pun akan meningkat.
Jadi
cara meningkatkan rasa syukur diawali dengan pengetahuan akan nikmat yang telah
kita terima. Namun tidak cukup hanya pengetahuan saja, karena banyak orang yang
tahu tetapi kurang bersyukur. Pengetahuan akan nikmat ini harus tertanam dalam
hati kita.
Kita
sudah mengetahui bagaimana cara meningkatkan rasa syukur. Muda-mudahan dengan
meningkat rasa syukur, nikmat kita akan bertambah.
BAB III
A.
Kesimpulan
Dalam
sebuah hadist dikatakan :
`Sungguh
aneh perkara orang mu´min, ketika diberi cobaan ia bersabar dan ketika diberi
nikmat ia bersyukur`
Syukur
berarti tidak hanya dalam hati mengakui tapi juga dalam ibadah dan amal
perkataan.
Agar dapat bersyukur
diperlukan:
1. Ilmu
2. Kondisi spiritual
3. Amal perbuatan
Pemberi
segala nikmat adalah ALLAH, namun seringkali kita menganggap bahwa semua itu
karena diri sendiri dan mengenyampingkan Allah. Bersyukur bukan tentang nikmat
yang diberikan, tapi bersyukur kepada pemberi nikmat itu sendiri. Kita
memberikan kegembiraan kita kepada pemberi nikmat akan nikmat tsbt. Namun
seringkali syukur kita masih ditempatkan kepada nikmat & pemberian nikmat
tsbt, bukan kepada ALLAH.
B.
Saran
Syukur
sejati terungkap dalam seluruh sikap dan perbuatan, dalam amal perbuatan dan
kerja Nyata. Jadi sudah sepatutnyalah kita untuk selalu bersyukur bahkan dalam
keadaan sakit pun. Dalam bukunya Ippo Santosa dikatakan bahwa bila orang
bersyukur itu dalam keadaan apapun maka molekol air yang ada di dalam tubuh itu
berubah menjadi molekol yang menyehatkan. Air sangat sensitif dengan perkataan,
jadi ketika sakit perbanyaklah bersyukur karena kita pernah sehat. Dengan
begitu, maka tubuh anda akan mudah atau cepat sembuh.
Kita
sudah mengetahui bagaimana cara meningkatkan rasa syukur. Dan semoga kita dapat
dengan mudah menyatakan rasa syukur kita kepada Allah. Muda-mudahan dengan
meningkat rasa syukur, nikmat kita akan bertambah.